• Alamat Jl. Lili kembang, Maguwo, DIY
Call Center: (0274) 280 3000

A. Fakta Epilepsi di Indonesia

Epilepsi adalah penyakit neurologis (berkaitan otak dan sistem saraf) yang paling umum di dunia.

Sekitar 50 juta orang di seluruh dunia menderita epilepsi (WHO, 2019), ini belum termasuk mereka yang tidak melakukan pemeriksaan akibat stigma negatif yang dikaitkan dengan epilepsi.

Di Indonesia, kasus epilepsi masih menjadi perhatian dengan angka kejadian tinggi estimasi 1,5 juta penderita prevalensi 0,5% – 0,6% dari jumlah penduduk Indonesia.

Pertambahan 70.000 kasus baru setiap tahun diperkirakan 40-50% terjadi pada anak-anak. Sampai saat ini belum ada data insiden yang pasti jumlah penderita epilepsi karena anggapan negatif, penderita yang tidak terdeteksi dan enggan mengunjungi fasilitas Kesehatan.

Padahal 70% individu penderita epilepsi dapat hidup dan berdamai dengan epilepsi jika segera terdeteksi dan diobati dengan benar.

Hampir 80% penderita epilepsi tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah karena sistem pelayanan kesehatan yang kurang memadai untuk memerangi penyebab penyakit tersebut.

Diagnosis epilepsi pada anak memang tidak mudah, dibutuhkan sejumlah kriteria khusus untuk mendefinisikan kejang epilepsi atau kejang bukan epilepsi.

Menurut data WHO, 40% anak penderita epilepsi sebelum usia 2 tahun mengalami kasus epilepticus sebagai gejala pertama penyakit epilepsi. Epilepticus adalah kondisi kritis yaitu kejang terlalu lama yang menimbulkan penurunan kesadaran dan dapat menyebabkan kerusakan otak hingga kematian.

B. Definisi dan Tingkat Keparahan Epilepsi

Di banyak bagian dunia, epilepsi didefinisikan sebagai kondisi kejang yang terjadi pada anak-anak/dewasa lebih dari 2 kali tanpa sebab yang jelas. Kejang ini disebabkan oleh gangguan otak kronis.

Kejang yang terjadi pada penderita melibatkan sebagian atau seluruh tubuh dan kadang disertai dengan hilangnya kesadaran. Episode kejang epilepsi bukan kejang yang disebabkan karena anak demam tinggi namun lebih kepada kejang berulang dalam 24 jam, terjadi tiba-tiba tanpa gangguan metabolik dan disertai dengan pulihnya kesadaran di antara kejang.

Bentuknya pun bermacam-macam dari mulai pingsan, terguncang, tidak dapat mengendalikan anggota tubuh hingga tidak menyadari apa yang terjadi di sekitarnya. Kendati ada berbagai bentuk kejang, diagnosis seringkali belum jelas dan tingkat keparahan epilepsi tidak dapat diketahui. Akibatnya, risiko kematian dini meningkat hingga tiga kali lebih tinggi.

Perlu digaris bawahi bahwa epilepsi adalah penyakit tidak menular yang mungkin terjadi di semua rentang usia tidak hanya anak-anak. Penyakit saraf tertua yang telah ada dan diakui sejak tahun 4000 sebelum masehi ini telah menimbulkan ketakutan, stigma negatif, kesalahpahaman, dan diskrimasi terhadap penderita. Di negara berkembang, diskriminasi menyebabkan para penderita tidak mendapatkan perawatan yang tepat sehingga berdampak pada kualitas hidup penderita dan keluarganya.

C. Penyebab Epilepsi pada Anak

Ada beragam faktor penyebab epilepsi pada anak, dikategorikan dalam 5 kelompok yaitu: masalah struktural, genetik, akibat infeksi dan gangguan sistem metabolisme tubuh. Secara global, 50% kasus belum diketahui penyebabnya.

1. Masalah struktural

Gangguan/kerusakan otak sejak masa prenatal (selama kehamilan masih dalam kandungan) atau perinatal (sesaat setelah lahir) karena berbagai sebab antara lain: malnutrisi pada ibu hamil, trauma saat lahir dengan bantuan alat/dalam kandungan, kekurangan oksigen akibat gangguan pada plasenta, berat badan lahir rendah, prematuritas, kelainan struktural pada korteks selebral dan lain-lain.

Korteks selebral merupakan bagian penting pada otak yang memampukan manusia untuk berpikir, berbicara, fungsi motorik, mengingat berkaitan pula dengan kesadaran, pengenalan akan suara, emosi dan masih banyak lagi.

Pemrosesan kelima indra manusia terjadi di korteks selebral. Anak-anak dengan keterlambatan perkembangan perlu pemeriksaan pencitraan guna antisipasi masalah struktural yang dapat mengarah pada epilepsi.

2. Masalah genetik

Kelainan kongenital atau kondisi genetik, malnutrisi pada otak dan mutasi gen. Contoh: hidrocepalus, riwayat keluarga dengan kelainan autosom dominan dan lain-lain. Kelainan yang diwariskan melalui kromosom autosom tidak tergantung pada jenis kelamin namun dapat menyerang siapapun.

3. Infeksi

Riwayat kehamilan/anak-anak dengan infeksi Torch, virus TBC, HIV, malaria, virus campak yang telah bermutasi sampai ke sistem saraf pusat, CMV (sekelompok dengan virus herpes), meningitis (radang selaput otak), ensefalistis (radang pada organ otak) dan virus zika. Beragam kasus infeksi di atas mengarah pada kerusakan otak dan sistem saraf secara menyeluruh pada anak-anak.

4. Gangguan sistem metabolisme

Sekumpulan kelainan genetik dan sistem metabolisme akibat akumulasi bahan kimia dalam tubuh manusia, pola hidup tidak sehat (merokok, konsumsi alkohol berlebih), penggunaan obat hormon dalam jangka panjang, kadar urea yang terlalu tinggi dalam tubuh sehingga memicu gangguan pada sistem saraf.

5. Gangguan sistem kekebalan

Ini terkait dengan kondisi penyakit autoimun yang mungkin dimiliki oleh anak-anak, contoh: encephalitis autoimun dimana sistem kekebalan tubuh malah menyerang sel otak sehat dan dapat menyebabkan gangguan saraf.

D. Gejala Epilepsi pada Anak

Berikut ini gejala-gejala epilepsi paling umum terjadi pada anak:
– Kehilangan kesadaran, gangguan gerakan dan fungsi kognitif lainnya
– Anak-anak cenderung tantrum, cemas dan depresi.
– Terjadi kejang 2 kali atau lebih tanpa alasan dalam kurun waktu beberapa hari sampai 1 tahun
– Kejang dapat bervariasi mulai dari penyimpangan perhatian (tatapan mata kosong), sentakan otot singkat hingga berkepanjangan.
– Anak sering pingsan tanpa sebab.
– Otot anak merasa kaku

E. Perawatan dan Pengobatan Epilepsi pada Anak

Perawatan dan pengobatan yang tepat pada anak dapat mengendalikan bahkan mengeliminasi kejang. Pada dasarnya obat epilepsi diberikan untuk mencegah kejang dan mengembalikan keseimbangan di sistem saraf.

Jika penderita mengalami alergi obat/respon buruk, tindakan operasi/pembedahan dapat menjadi salah satu pilihan. Konsultasikan kondisi anak anda dengan dokter spesialis untuk mendapatkan obat sesuai dengan indikasi dan diagnosis.

Hal lain yang tak kalah penting adalah dukung dan pahami kondisi emosional dan kejiwaan anak. Tumbuhkan rasa percaya diri pada anak.

F. Kiat-kiat Pencegahan Epilepsi pada anak

Menurut WHO, sebanyak 25% kasus epilepsi dapat dicegah dengan cara-cara berikut:
– Mencegah trauma/cedera kepala adalah hal paling efektif untuk mencegah epilepsi.
– Perawatan perinatal yang memadai sehingga bayi aman dari cedera lahir.
– Pemantauan gizi ibu hamil dan menyusui agar tidak terjadi malnutrisi dan gangguan di masa kehamilan.
– Pemeriksaan rutin ibu hamil guna pemantauan kondisi bayi dan deteksi dini kelainan pada bayi.
– Pola hidup sehat dengan menghindari paparan bahan kimia, asap rokok, alkohol dan seks bebas yang dapat meningkatkan risiko penularan infeksi virus.
– Pemberian edukasi tentang cara mengindari infeksi akibat virus/patogen lain.
– Penggunaan obat-obatan atau metode lain untuk menurunkan suhu tubuh anak Ketika demam.

Apabila anda sebagai orang tua menemukan gejala-gejala di atas pada anak, segera lakukan pemeriksaan di Rumah Sakit terdekat. Sebanyak 70% penderita epilepsi dapat hidup tanpa kejang karena diagnosis dan perawatan yang tepat.